Di gerbang milenium ketiga, peradaban
manusia telah maju begitu rupa. Banyak pencapaian yang telah diraih, mulai dari
yang sifatnya “nilai-nilai” (penghargaan atas kemanusiaan, kebebasan, hak atas
informasi, dan semacamnya) hingga ke penemuan berbagai artefak kebudayaan.
Sains atau pengetahuan ilmiah bekerja
dengan prinsip keterukuran. Cita-cita sains adalah kehendak untuk memegang
kendali kehidupan dengan lebih besar, atau, dalam bahasa Giddens, untuk
“membentuk sejarah menurut tujuan kita sendiri”. Dengan pencapaian sains dan
teknologi, dunia diharapkan dapat lebih stabil dan tertata. Akan tetapi,
kenyataannya, dunia yang hadir saat ini tak seperti yang diperkirakan oleh para
pemikir itu. Bukannya menjadi lebih terkendali, dunia saat ini tampaknya
menjadi tak terkontrol, menjadi dunia yang lari tunggang langgang (runaway
world). Proses globalisasi membentuk corak masyarakat yang penuh risiko.
Capaian-capaian ilmu pengetahuan dan teknologi manusia memang telah sanggup
mengantarkan manusia pada status ontologis keserbapastian (ontological security). Namun, di sisi lain, berkat iptek pula, manusia
dewasa ini terjebak dalam situasi keserbatakpastian, yang merupakan konsekuensi
logis yang inheren dari sistem relasi yang diciptakan manusia sendiri (manufactured uncertainties). Relasi manusia dengan alam dan
lingkungan, dengan dukungan teknologi industri yang eksploitatif, ternyata
melahirkan efek-efek destruktif seperti pemanasan bumi, perusakan lapisan ozon,
polusi, dan semacamnya. Risiko yang lahir dari pola-pola relasi itu tak syak
lagi akan menjadi ancaman bagi keberadaan hidup manusia itu sendiri.2
Pembicaraan mengenai pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi untuk kegiatan pembelajaran yang belakangan
ini marak dilakukan dalam konteks uraian di atas seperti dimaksudkan untuk
mengarahkan produk teknologi agar dapat dimanfaatkan dengan baik untuk
kepentingan pengembangan pendidikan. Maksudnya, pembicaraan tentang pemanfaatan
teknologi informasi untuk pembelajaran sebenarnya berlangsung di atas kesadaran
bahwa bagaimanapun fungsi produk teknologi itu dapat saja “lepas kendali” dan
justru bergerak di wilayah yang dipandang negatif.
untuk
memberikan pelayanan yang lebih kepada civitas akademika SMAIT di
bentuklah komunitas belajar IT guna memberikan wadah bagi siswa
mengembangkan hobynya...
klik disini untuk mendapatkan panduan